Sekira 2 hektar bagian laut Pantai Talise, Kelurahan Talise Kecamatan Mantikulore Kota Palu telah berubah jadi daratan. Penimbunan Pantai Talise ini merupakan kegiatan reklamasi yang lakukan Perusda Kota Palu, dan dilaksanakan PT Yauri Properti Investama (YPI).
Lokasi tersebut juga jadi tempat sekira 35 nelayan setempat untuk menambat perahu. Timbunan pada laut yang merupakan bagian dari kegiatan reklamasi Pantai Talise, juga berada tepat di depan kurang lebih 18 hektar tambak garam milik 160 petambak. Reklamasi juga berlangsung tepat didepan 60 pedagang jagung bakar serta 75 pemilik kaffe.
“Katanya mau dikase gaga (dibangun jadi bagus/indah), sebenarnya kita menolak ini, tapi mau bagaimana lagi, kalau kita protes pasti mereka bilang ‘siapa kamu”,” kata Burhanuddin, ketua Kelompok Nelayan “Satu Hati” Talise Jalan Komodo II Kelurahan Talise.
“Untuk bisa jadi kristal garam itu butuh angin, butuh juga area resapan, kalau didepan situ ditimbun reklamasi, ya tidak tau bagaimana nantinya,” kata Muhammad Ali, petambak garam Talise.
***
Secara resmi, kegiatan reklamasi dibuka langsung Wakil Walikota Palu, Andi Mulhanan Tombolotutu pada Minggu 19 Januari 2014. Berdasarkan surat Walikota Palu, H Rusdi Mastura tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi nomor : 520/3827/Disperhutla, yang dikeluarkan kepada pihak pemohon PT YPI tertanggal 23 Desember 2013, reklamasi akan menimbun laut Pantai Talise seluas 38,33 hektar, dengan jangka waktu pelaksanaan selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak 23 Desember 2013 – 23 Desember 2018.
Perusda Kota Palu, melalui anak perusahaannya Palu Properti Sejahtera (PPS) menyebutkan, bahwa diatas kawasan reklamasi seluas 38,33 hektar tersebut nantinya akan dibangun pusat bisnis dan sarana wisata terbesar dan termegah, seperti Mall, hotel, ruko, apartemen, pusat permainan hingga kuliner.
“Jika reklamasi ini malah menurunkan pendapatan masyarakat disini atau menurunkan harga tanah bapak-bapak, silahkan ludahi muka saya. Tapi, kalau pembangunan kawasan ini bagus, dan harga tanah bapak naik, bagikan juga saya sedikit uangnya,” kata Mulhanan disambut tawa para tamu undangan yang hadir peletakan timbunan pertama reklamasi Teluk Palu di Pantai Talise.
“Kalau sekarang, siapa yang mau berkunjung ke Pantai Talise ini di siang hari? Aktivitas ekonomi baru berjalan hanya pada malam hari. Nah dengan reklamasi ini, kami akan membuat sebuah kawasan kuliner, dengan fasilitas lengkap dan representativ, sehingga pengunjung bisa menikmatinya baik pada siang maupun malam hari,” jelas kuasa direksi PPS, Taufik Kamase.
***
Namun, dua hektar timbunan dari total target reklamasi seluas 38,33 hektar di Pantai Talise, saat ini telah menghilangkan secara paksa tambatan perahu milik 35 nelayan setempat. Dua bagang yang tinggal beberapa meter dari bibir timbunan juga tidak lagi menghasilkan, pasalnya pondok milik Burhanuddin yang dijadikan tempat untuk memperbaiki jarring ikan juga telah berdiri ditengah area reklamasi, tanpa kejelasan ganti rugi.
“Mau kerja bagaimana, dulu kita kalau siang selalu kumpul sambil memperbaiki jarring, sekarang mau kerja debu semua, jadi ya begini saja dulu, sambil menunggu kesepakatan harga ganti rugi pondok dan bagang kami. Selain itu, didepan situ ada terumbu karang tempat bertelur ikan batu, kalau itu ditimbun tidak tahu bagaimana kami, tentu harus lebih jauh lagi kita cari tempat yang ada ikannya. Soalnya sekarang ikan disini sudah sarjana semua. Belum lagi bahan bakar yang tambah mahal begini,” pasrah Burhanuddin.
“Sebenarnya lebih baik memang tambak garam ini dipertahankan, karena ini tanah yang bagus sekali, saya ini tidak sekolah, tapi bapak bisa cari dimana ada orang produksi garam ditengah kota, Cuma di Palu,” ucap Muhammad Ali petambak ikan.
***
Untuk membuat dataran diperairan Pantai Talise seluas 38,33 hektar, pihak perusahaan pelaksanan membutuhkan material urug sebanyak 1.823.700. m3 timbunan padat (Sumber Kerangka Acuan), yang akan diambil dari enam (6) kelurahan, yakni Kelurahan Kalora, Silae, Watusampu, Tondo, Kawatuna, Sungai Palupi.
Ditambah Tipo yang awalnya tidak masuk dalam daftar kelurahan yang diambil materialnya, yang kemudian berdasarkan surat keputusan walikota nomor 540/848/PU.ESDM/2013 tertanggal 17 Juli 2013, yang berisi izin kepada CV Trimitra Sejati, milik Jafri Yaury yang juga selaku direktur PT YPI untuk melakukan ekploitasi material di Kelurahan Tipo diatas lahan seluas 27,04 hektar.
Jika melihat isi perjanjian antara pihak Pemkot dengan PT YPI, pengambilan material urug dari tujuh kelurahan tersebut, baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak memberikan keuntungan berarti bagi pihak Pemkot Palu.
“Karena bekas lokasi pengambilan material akan menjadi milik pihak perusahaan, disini pihak pemkot hanya memperoleh manfaat dan keuntungan dari retribusi kubikasi, jadi ini menjadi semacam land bankingnya PT YPI,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulteng, Ahmad Pelor.
“Seperti kejadian tahun-tahun sebelumnya, kerusakan alam akibat ekploitasi material galian C telah berdampak langsung tidak hanya memperparah kerusakan lingkungan, tetapi juga meningkatnya resiko banjir bandang dari gunung ke pemukiman warga, juga meningkatnya warga yang menderita Inveksi Saluran Pernafasan (ISPA),” imbuh Ahmad.
***
Salah satu poin penting catatan notulen Pokja Pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang BKPRD Prov Sulteng, yang diselenggarakan Dinas Cipta Karya Perumahan dan Tata Ruang Prov Sulteng di Hotel Lawahba, Selasa 25 Maret 2014 menyebutkan, pada dasarnya kegiatan reklamasi tidak dianjurkan; tapi dapat dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai ketentuan, salah satu bagian kecilnya adalah soal ANDAL yang harus memperhatikan RT/RW mulai kab/kota, provinsi bahkan nasional.
Menurut kepala BLH Prov Sulteng Mucklis, pasal 36 UU nomor 32 tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap kegiatan wajib memiliki AMDAL atau UPL/UKL , dan wajib memiliki izin lingkungan. Dan pasal 109 menyebutkan, bahwa jika suatu kegiatan tidak memiliki izin reklamasi belum memiliki izin lingkungan atau dikeluarkan instansi, maka hal tersebut masuk kategori pelanggaran pidana, dengan ancaman kurungan 1-3 tahun penjara serta denda Rp1-3 milyar.
“Izin lingkungan bisa keluar dengan dua syarat utama, yakni izin lokasi dan izin prinsip. Secara prinsip izin itu sah, apakah diditandangani bupati/walkot, gubernur/kementerian.Kedua kegiatan harus sesuai dengan RT/RW.Apabila dua hal ini tidak ada, maka wajib hukumnya komisi penilai AMDAL, mulai provinsi maupun kab/kota wajib untuk menolak,” kata Muchlis.
Dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kota Palu, Vony menyebutkan, bahwa setiap pembangunan berdasarkan UU nomoe 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, wajib memiliki Analisis Dampak Lalu Lintas (Andallalin).
Beberapa pihak juga menyebutkan, bahwa penyusunan ANDAL reklamasi Teluk Palu wajib memperhatikan aturan-aturan terkait.
“Mari kita lihat RT/RW Kota Palu, pada pasal 49 ayat 4 dan 5 menyebutkan bahwa kawasan Pantai Teluk Palu ditetapkan sebagai kawasan pariwisata alam dan pariwisata buatan. Yang kami lanjutkan dengan pasal 85 tentang ketentuan umum peraturan zonasi dalam Perda Kota Palu yang menyebutkan bahwa sepadan pantai teluk palu diperbolehkan aktifitas rekreasi.Tetapi yang ingin kami sampaikan, bahwa tidak disebutkan adanya reklamasi.Jadi mungkin dapat kami sampaikan bahwa tidak ada rencana reklamasi didalam RTRW Kota Palu, disitu masalahnya,” ungkap Siti Nuraifah dari Dinas Cipta Karya Sulteng.
Lokasi tersebut juga jadi tempat sekira 35 nelayan setempat untuk menambat perahu. Timbunan pada laut yang merupakan bagian dari kegiatan reklamasi Pantai Talise, juga berada tepat di depan kurang lebih 18 hektar tambak garam milik 160 petambak. Reklamasi juga berlangsung tepat didepan 60 pedagang jagung bakar serta 75 pemilik kaffe.
“Katanya mau dikase gaga (dibangun jadi bagus/indah), sebenarnya kita menolak ini, tapi mau bagaimana lagi, kalau kita protes pasti mereka bilang ‘siapa kamu”,” kata Burhanuddin, ketua Kelompok Nelayan “Satu Hati” Talise Jalan Komodo II Kelurahan Talise.
“Untuk bisa jadi kristal garam itu butuh angin, butuh juga area resapan, kalau didepan situ ditimbun reklamasi, ya tidak tau bagaimana nantinya,” kata Muhammad Ali, petambak garam Talise.
***
Secara resmi, kegiatan reklamasi dibuka langsung Wakil Walikota Palu, Andi Mulhanan Tombolotutu pada Minggu 19 Januari 2014. Berdasarkan surat Walikota Palu, H Rusdi Mastura tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi nomor : 520/3827/Disperhutla, yang dikeluarkan kepada pihak pemohon PT YPI tertanggal 23 Desember 2013, reklamasi akan menimbun laut Pantai Talise seluas 38,33 hektar, dengan jangka waktu pelaksanaan selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak 23 Desember 2013 – 23 Desember 2018.
Perusda Kota Palu, melalui anak perusahaannya Palu Properti Sejahtera (PPS) menyebutkan, bahwa diatas kawasan reklamasi seluas 38,33 hektar tersebut nantinya akan dibangun pusat bisnis dan sarana wisata terbesar dan termegah, seperti Mall, hotel, ruko, apartemen, pusat permainan hingga kuliner.
“Jika reklamasi ini malah menurunkan pendapatan masyarakat disini atau menurunkan harga tanah bapak-bapak, silahkan ludahi muka saya. Tapi, kalau pembangunan kawasan ini bagus, dan harga tanah bapak naik, bagikan juga saya sedikit uangnya,” kata Mulhanan disambut tawa para tamu undangan yang hadir peletakan timbunan pertama reklamasi Teluk Palu di Pantai Talise.
“Kalau sekarang, siapa yang mau berkunjung ke Pantai Talise ini di siang hari? Aktivitas ekonomi baru berjalan hanya pada malam hari. Nah dengan reklamasi ini, kami akan membuat sebuah kawasan kuliner, dengan fasilitas lengkap dan representativ, sehingga pengunjung bisa menikmatinya baik pada siang maupun malam hari,” jelas kuasa direksi PPS, Taufik Kamase.
***
Namun, dua hektar timbunan dari total target reklamasi seluas 38,33 hektar di Pantai Talise, saat ini telah menghilangkan secara paksa tambatan perahu milik 35 nelayan setempat. Dua bagang yang tinggal beberapa meter dari bibir timbunan juga tidak lagi menghasilkan, pasalnya pondok milik Burhanuddin yang dijadikan tempat untuk memperbaiki jarring ikan juga telah berdiri ditengah area reklamasi, tanpa kejelasan ganti rugi.
“Mau kerja bagaimana, dulu kita kalau siang selalu kumpul sambil memperbaiki jarring, sekarang mau kerja debu semua, jadi ya begini saja dulu, sambil menunggu kesepakatan harga ganti rugi pondok dan bagang kami. Selain itu, didepan situ ada terumbu karang tempat bertelur ikan batu, kalau itu ditimbun tidak tahu bagaimana kami, tentu harus lebih jauh lagi kita cari tempat yang ada ikannya. Soalnya sekarang ikan disini sudah sarjana semua. Belum lagi bahan bakar yang tambah mahal begini,” pasrah Burhanuddin.
“Sebenarnya lebih baik memang tambak garam ini dipertahankan, karena ini tanah yang bagus sekali, saya ini tidak sekolah, tapi bapak bisa cari dimana ada orang produksi garam ditengah kota, Cuma di Palu,” ucap Muhammad Ali petambak ikan.
***
Untuk membuat dataran diperairan Pantai Talise seluas 38,33 hektar, pihak perusahaan pelaksanan membutuhkan material urug sebanyak 1.823.700. m3 timbunan padat (Sumber Kerangka Acuan), yang akan diambil dari enam (6) kelurahan, yakni Kelurahan Kalora, Silae, Watusampu, Tondo, Kawatuna, Sungai Palupi.
Ditambah Tipo yang awalnya tidak masuk dalam daftar kelurahan yang diambil materialnya, yang kemudian berdasarkan surat keputusan walikota nomor 540/848/PU.ESDM/2013 tertanggal 17 Juli 2013, yang berisi izin kepada CV Trimitra Sejati, milik Jafri Yaury yang juga selaku direktur PT YPI untuk melakukan ekploitasi material di Kelurahan Tipo diatas lahan seluas 27,04 hektar.
Jika melihat isi perjanjian antara pihak Pemkot dengan PT YPI, pengambilan material urug dari tujuh kelurahan tersebut, baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak memberikan keuntungan berarti bagi pihak Pemkot Palu.
“Karena bekas lokasi pengambilan material akan menjadi milik pihak perusahaan, disini pihak pemkot hanya memperoleh manfaat dan keuntungan dari retribusi kubikasi, jadi ini menjadi semacam land bankingnya PT YPI,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulteng, Ahmad Pelor.
“Seperti kejadian tahun-tahun sebelumnya, kerusakan alam akibat ekploitasi material galian C telah berdampak langsung tidak hanya memperparah kerusakan lingkungan, tetapi juga meningkatnya resiko banjir bandang dari gunung ke pemukiman warga, juga meningkatnya warga yang menderita Inveksi Saluran Pernafasan (ISPA),” imbuh Ahmad.
***
Salah satu poin penting catatan notulen Pokja Pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang BKPRD Prov Sulteng, yang diselenggarakan Dinas Cipta Karya Perumahan dan Tata Ruang Prov Sulteng di Hotel Lawahba, Selasa 25 Maret 2014 menyebutkan, pada dasarnya kegiatan reklamasi tidak dianjurkan; tapi dapat dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai ketentuan, salah satu bagian kecilnya adalah soal ANDAL yang harus memperhatikan RT/RW mulai kab/kota, provinsi bahkan nasional.
Menurut kepala BLH Prov Sulteng Mucklis, pasal 36 UU nomor 32 tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap kegiatan wajib memiliki AMDAL atau UPL/UKL , dan wajib memiliki izin lingkungan. Dan pasal 109 menyebutkan, bahwa jika suatu kegiatan tidak memiliki izin reklamasi belum memiliki izin lingkungan atau dikeluarkan instansi, maka hal tersebut masuk kategori pelanggaran pidana, dengan ancaman kurungan 1-3 tahun penjara serta denda Rp1-3 milyar.
“Izin lingkungan bisa keluar dengan dua syarat utama, yakni izin lokasi dan izin prinsip. Secara prinsip izin itu sah, apakah diditandangani bupati/walkot, gubernur/kementerian.Kedua kegiatan harus sesuai dengan RT/RW.Apabila dua hal ini tidak ada, maka wajib hukumnya komisi penilai AMDAL, mulai provinsi maupun kab/kota wajib untuk menolak,” kata Muchlis.
Dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kota Palu, Vony menyebutkan, bahwa setiap pembangunan berdasarkan UU nomoe 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, wajib memiliki Analisis Dampak Lalu Lintas (Andallalin).
Beberapa pihak juga menyebutkan, bahwa penyusunan ANDAL reklamasi Teluk Palu wajib memperhatikan aturan-aturan terkait.
“Mari kita lihat RT/RW Kota Palu, pada pasal 49 ayat 4 dan 5 menyebutkan bahwa kawasan Pantai Teluk Palu ditetapkan sebagai kawasan pariwisata alam dan pariwisata buatan. Yang kami lanjutkan dengan pasal 85 tentang ketentuan umum peraturan zonasi dalam Perda Kota Palu yang menyebutkan bahwa sepadan pantai teluk palu diperbolehkan aktifitas rekreasi.Tetapi yang ingin kami sampaikan, bahwa tidak disebutkan adanya reklamasi.Jadi mungkin dapat kami sampaikan bahwa tidak ada rencana reklamasi didalam RTRW Kota Palu, disitu masalahnya,” ungkap Siti Nuraifah dari Dinas Cipta Karya Sulteng.
0 komentar:
Post a Comment