![]() |
Ariesthal Douw |
Kasus yang telah mencuat pada Maret lalu, hingga saat ini perkembangannya masih dalam tahap penetapan tersangka. Syahrudin Ariestal Douw, Direktur Jatam Sulteng mengatakan lambannya proses yang dilakukan oleh Polda untuk mengungkap kasus ini merupakan bentuk ketidak seriusan pihak berwenang di Sulteng, untuk menyelesaikan kasus itu.
"Kasus ini seharusnya tidak membutuhkan waktu yang lama, karena bentuk pelanggarannya sudah jelas. Namun penetapan tersangka itu disertai dengan penahanan. walaupun memang dengan alasan sakit, tapi kami punya pengalaman dengan Polda. Banyak kasus yang kami laporkan hilang begitu saja. sehingga kasus ilegal mining di desa Batusuya, Kecamatan SIndue, Kab. Donggala kami minta untuk diproses sampai tuntas," jelasnya kepada Palu ekspres, Jum'at 8 Agustus.
Negara Dirugikan Dua Ratusan Juta Rupiah
Jatam juga memberikan catatan kritis terhadap penanganan perkara ini. Dalam beberapa pernyataan Polda belum melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, Polda Sulteng telah memanggil direktur PT. Mutiara Alam Perkasa (MAP), namun Etal menjelaskna tersangka tidak pernah menghadiri panggilan. Sehingga ia menduga tersangka tidak punya itikad baik terhadap kasus ini, sehingga harus ada tindakan tegas yang dilakukan oleh Polda, dengan melakukan penjemputan secara paksa. hal itu menghindari tindakan tersangka menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan seperti yang termaktub dalam kitab undang-undang hukum acara pidana.
Lanjutnya, penetapan tersangka terhadap H. Abas Adnan tidak bisa berdiri sendiri atau hanya direktur PT. MAP yang menerima perlakuan hukum seperti saat ini yang telah ditetapkan tersangka. Karena PT. MAP beraktifitas di Batusuya disebabkan oleh adanya surat rekomendasi perpanjangan izin yang dikeluarkan Kepala Dinas Energy Sumber Daya Mineral (ESDM) Donggala. Ir. Syamsu ALam MM. Dan Jatam menduga dengan keras, bahwa Bupati Donggala Kasman Lassa turut terlibat dalam aktifitas PT. MAP, karena dalam pemuatan material pada bulan Maret 2014. Bupati menghadiri secara langsung pemuatan tersebut karena sebelumnya memang Bupati Donggala minta diundang dalam aktivitas pemuatan ilegal itu. "Penetapan tersangka jika hanya berhenti pada PT. MAP, maka sangat tidak adil jika kepala dinas ESDM Donggala dan Bupati yang sebelumnya mendukung aktifitas ilegal perusahaan tersebut tidak juga ditetapkan menjadi tersangka. karena merekalah sebenarnya orang yang paling bertangungjawab atas aktifitas ilegal tersebut," ungkapnya.
Keberadaan PT. Mutiara Alam Perakasa yang beroprasi di Desa Batusuya, Kecamatan Sindue, Donggala sebenarnya tidak perlu menunggu waktu lama untuk mengungkap kasus ilegal mining yang dilakukan perusahaan milik H. Abas Adnan tersebut. Kasus ini sejak bulan Maret 2014 telah diadukan pada kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, tetapi tidak direspon dengan baik dan sungguh-sungguh. pada waktu itu masyarakat Batusuya memprotes ulah PT. MAP untuk melakukan pengangkutan material untuk diantar pulaukan. Protes masyarakat dilatar belakangi oleh izin PT. MAP yang tertuang dalam dokumen IUP No; 188. 45/0111/DPE/04 hanya berjangka 10 Tahun dimulai sejak tanggal 15 Januari 2004 dan berakhir pada 15 Januari 2014.
Dasar penolakan warga tersebut telah sesuai dengan aturan, masyarakat tidak ingin lagi wilayahnya mereka dikeruk untuk kebutuhan eksploitasi galian C. sehingga pemerintah wajib mendengarkan aspirasi rakyat sebagi masyarakat terdampak. Masyarakat terdampak disebut dalam Undang-Undang Minerba memiliki hak untuk menolak aktifitas eksploitasi yang tidak menguntungkan masyarakat sekitar/terdampak.
"Akibat pemuatan tersebut, negara dirugikan dengan pengapalan sekali pada tanggal 3 Maret 2014 senilai Rp. 288.210.000. Angka ini cukup besar dalam sekali pemuatan, karena belakangan PT. MAP pada akhir Juni 2014, PT. MAP juga melakukan pengapalan ditempat yang sama, tempat dimana telah terjadi kejahatan dalam bisnis pertambangan," pungkasnya.
0 komentar:
Post a Comment