Akhir tahun ini, sesuai aturan, diseluruh daerah bangsa ini,
kecuali yang tidak memenuhi persyaratan akan melaksanakan Pemilihan Kepala
Daerah, baik untuk Tingkat I maupun Tingkat II, termasuk juga daerah kita Sulawesi
Tengah ini.
Menghadapi iven politik, dimana pemimpin yang terpilih ini
nantinya akan bersentuhan langsung dengan masyarakatnya, ada satu warisan
pranata sosial yang dibangun para leluhur sejak ratusan tahun, atau bahkan juga
ribuan tahun silam, yakni falsafah tentang tiga penyangga dalam kehidupan
sehari-hari antara individu dengan Tuhan, terhadap Negara dan terhadap adat
yang disebut dengan Tonda Talusi.
Pesan ini disampaikan Ketua 1 Dewan Adat Tatanga, Muhammad
Nizam Rana.
“Ketika makna ketiga unsur ini diresapi, dipahami kemudian
di jalankan, Insya Allah keseimbangan akan terjadi, dan setiap persoalan yang
terjadi dalam masyarakat bisa diselesaikan dengan arif dan bijaksana,
sebagaimana yang telah dijalankan para leluhur, dan inilah yang disebut dengan
kearifan lokal Kaili,” kata Nizam Rana, yang juga menjabat sebagai staf ahli
Pemprov Sulteng, yang belum lama ini juga menjabat sebagai pelaksana tugas
Kepala Badan Kesbangpol Sulteng.
Dengan mengembalikan fungsi dan peran falsafah Tonda Talusi ketempatnya,
sesuai masing-masing porsi terhadap suatu
persoalan, ketika terjadi permasalahan dalam masyarakat, tidak harus selalu
bermuara kepada aparat hukum.
Misalnya, ketika terjadi persoalan berkaitan dengan agama,
maka penanganan diserahkan kepada kalangan agamawan, begitu pula jika terjadi
persoalan berkaitan dengan adat, maka dikembalikan kepada lembaga adat, dan
juga ketika terjadi persoalan berkaitan dengan pemerintahan, maka diserahkan
kepada pemerintah.
Dan ketika dalam persoalan berkaitan salah satu komponen,
bukan berarti mengesampingkan komponen lainnya, tetapi tidak untuk untuk
mencampuri secara keseluruhan, melainkan ikut duduk bersama untuk menyaksikan
proses penyelesaian, dan jika dimungkinkan memberi saran dan masukannya itupun
tidak tertutup. Untuk itu, ketiga komponen harus diisi oleh pihak-pihak yang
berkompeten.
Masing-masing etnis
di seluruh wilayah nusantara memiliki sistem pranata sosial, yang intinya
adalah untuk kebaikan bersama dalam suatu komunitas masyarakat adat. Dan untuk
komunitas masyarakat adat Kaili, Tonda Talusi adalah satu warisan para leluhur,
yang terbangun dalam tradisi kehidupan masyarakat itu sendiri.
Nizam Rana yang pernah menjabat sebagai Camat Maravola, saat
masih berada di wilayah Kabupaten Donggala, mengaku pernah menghidupkan kembali
nilai-nilai falsafah Tonda Talusi. Dan hasilnya, saat itu masyarakat di
wilayahnya hidup dalam ketenteraman.
Menghidupkan kembali nilai-nilai adat, bagi dia tidak
semuanya bukan hal tabu dari sudut pandang Negara dan agama. Karena pada
dasarnya hukum Negara (positif), hukum
agama dan hukum adat memiliki tujuan yang sama, yaitu keteraturan dalam
interaksi kehidupan.
Setiap perbuatan negatif yang merugikan orang lain, baik
dimata hukum positif, agama dan adat harus mendapat sanksi. Hanya saja, pada
titik-titik tertentu, hukum agama dan adat memang ada yang tidak bisa
dikompromikan. Salah satunya adalah soal peribadatan atau penyembahan terhadap
Tuhan.
Tora-tora nompesana to tua…!!!
(Tulisan ini juga dimuat di Koran dan situs Metro Sulawesi)
0 komentar:
Post a Comment